Selasa, 02 Maret 2010

KISAH PERJALANAN DI NEGERI TIMOR LESTE



Pada tanggal 11 s/d 14 Februari 20010 kami melakukan perjalanan di Negara baru Timor Leste, ada kesan yang mengembirakan dimana masyarakat dan pemerintah Timor Leste menerima kami dengan baik, tidak ada persaan benci atas kejadian yang terjadi 10 tahun yang lalu tetapi semuanya tumpah ruah dengan rasa haru bahwa kita ini sebenarnya satu saudara yang telah di cerai beraikan oleh apa yang disebut POLITIK. Politik itu baik namun faktor orangnya.
Ok..terlepas dari itu semua saya punya hadiah berupa foto-foto dan cerita tentang Icon Negara Timor Leste yakni Patung Kristus Raja (Christo Rei) sangat cocok untuk pelancong yang  ingin Jalan Salib Viodolorosa. Selamat membaca sejarahnya dan selamat melihat hasil jempretan saya dibawah ini.
Foto 1  Selamat datang di Kota Dili.
Foto  2  Rumah Adat Tetun.
Foto  3. Pemandangan diatas Bukit Fatucama.
Foto  4. Patung Kristus Raja /Christo Rei.
Foto  5. Burung menyambut Selamat datang.
Foto  6. Gereja Dili.

SEJARAH PATUNG CHRISTO REI :
"Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.(Matius 11 : 28).

Bermula dari sebuah rumah yang kecil menyimpan sejarah pembuatan patung Kristus Raja, di Jalan Sempurna No 4 Bandung. Ruang ini disulap sehingga menjadi ruang kerja Mochamad Syailillah, lelaki berperawakan jangkung dengan janggut dan kumisnya ala orang lewi, lulusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung atau ITB. Ia mempelajari seni mematung dibawah asuhan master patung Indonesia, Rita Widagdo. Rita kelahiran Rottweil, Jerman, 1938 yang merupakan peletak pendidikan seni patung di ITB.

Nama pendeknya Bolil. Nama Bolil kurang dikenal sejagat pematung Indonesia, namun Ia bisa disejajarkan dengan pematung dari Bali I Nyoman Nuarta kelahiran Bali yang proyek besarnya Garuda Wisnu Kencana. Mulanya Bolil kurang dikenal namun tahun 1992 hingga 1996 ia adalah pematung penting di Indonesia.
Sudah dapat ditebak Mochamad Syailillah atau di sapa Bolil adalah pematung yang membuat patung Christo Rei di puncak Bukit Fatucama, Dili, Negara Timor Leste. Patung ini memiliki ketinggian 27 meter. Patungnya berdiri tegak dan menghadap langsung pada jantung Timor Leste.
Patung ini merupakan saingan patung Yesus terbesar setelah patung Christ Redeemer di Brasil dengan ketinggian 38 meter. Ide / pengagas pembuatan patung ini berasal dari Gubernur Timor Timur Jose Osario Soares dan diterima dengan baik oleh Presiden Soeharto dan menjadi kado ulang tahun integrasi Timor Timur ke Indonesia.
Indonesia sendiri mengambil Timor Timur dari Portugis melalui langkah operasi militer pada 7 Desember 1975. Namun kemudian Timor Timur sendiri merdeka dari Indonesia melalui jajak pendapat tahun 1999. Kini, wilayah seluas 14.615 km persegi ini menjadi negara Timor Leste.
Presideng Soharto menunjuk Direktur Garuda jadi pimpinan proyek ini. Garuda hanya menyediakan dana sebesar Rp 1,1 miliar. Sisanya bersalah dari sumbangan pribadi masyarakat Timor Leste terutama PNS.
Portugal sendiri yang menjajah Timor Timur beratus tahun ternyata tidak berbuat banyak.
Kekurangan dana ini mencapai Rp 4 miliar lebih dibebankan pada Pengusaha di Timor Timur.
Gubernur Timor Timur minta agar patung ini berdiri di atas bukit Fatucama. Di atas bukit ini bisa melihat dengan jelas jantung Timor Timur, Dili. Bukit Fatucama keras dan terjal. Bukit ini berbatu kuat dan cocok untuk mendirikan sebuah patung yang tinggi dan besar.

Ia menghitung angin dan kekuatan penyangga tanahnya. Gubernur minta patung ini menghadap ke Dili. Bolil menggambar patung ini dan membuat prototipe patungnya. Patung Yesus Raja memakai jubah dengan ada lilitannya. Tangannya terbuka seperti hendak merangkul orang.
“Saya pelajari struktur wajah Yesus. Terutama ciri-ciri utama seperti janggut, kumis, rambut. Saya intepretasikan,” kata Bolil.
Ia menekankan pada sorotan mata Yesus agar terlihat teduh. Bagian bibir juga menjadi perhatiannya agar tampak santun. Senyumnya sedikit. Ia ingin ekspresi wajah Yesus tampak ramah dan penuh kasih sayang.
Mencari sosok wajah Yesus tak mudah. Ia melihat kitab, majalah, dan referensi yang berkaitan dengan wajah Yesus juga ekspresi orang biasa. Anatomi wajah penting untuk menentukan karakter seseorang.
“Saya percaya mata itu jendela hati. Saya lihat banyak wajah Yesus namun tidak ada yang tersenyum,” katanya. Ia mengalami kesulitan. Bantuan dari Dewan Gereja Indonesia di Jakarta juga tak banyak membantu untuk menemukan wajah Yesus seperti yang ia inginkan. Termasuk ide untuk memasang mahkota raja.
“Akhirnya saya merasa menemukan sorot mata yang cocok dari sebuah lukisan dan foto majalah,” katanya.
Ia melihat kekuatan sosok Yesus terletak pada kesederhanaan. Dari wajah terlihat alami. Wajahnya condong pada karakter wajah Romawi dan Yunani. Interpretasi ini harus teliti. Menurutnya pembuatan patung-patung agama memiliki aturan sendiri. Ada patokan-patokan untuk membuat patung-patung ini.
Pembuatan patung ini dikerjakan di Sukaraja, Bandung. Dan memakan waktu hampir satu tahun. Ia menyewa sebuah lapangan sepakbola kosong. Dan mengerahkan awak pekerja sekitar 30 orang. Lapis patung ini sendiri terbuat dari bahan plat tembaga yang korosif-nya atau keroposnya rendah. Patung sebesar ini membutuhkan sekitar 200 sampai 300 lembar plat tembaga. Dengan tehnik pengelasan menggunakan asetelin.
Ia menggunakan tehnik proyeksi untuk mendapatkan ukuran utuh patung. Pertama ia terlebih dahulu membuat model patung setinggi 20 cm. Ini sebagai percontohan untuk mendapatkan skala ukuran patung nyata. Ia membagi menjadi enam segmen untuk mendapatkan patung ukuran asli.
Satu segmen bisa menghasilkan irisan sebanyak lima buah. Dari irisan ini ia proyeksikan pada sebuah tembok yang sudah tertempel kertas roll. Dari ujung kaki sampai ujung kepala. Hasilnya? Ia mendapatkan tumpukan lempengan plat tembaga sebanyak 27 komponen. Dan muat dalam tiga truk kontainer!






Ini masih menyisakan pekerjaan besar yang belum selesai. Ada tahap inti dari pekerjaan patung itu; kerangka tulang.
“Bagian tangan yang jadi masalah besar. Ada usulan pakai besi namun tidak jadi. Akhirnya diputuskan memakai tali kawat baja untuk menahan bagian tangan patung,” kata Bolil. Telapak tangan pada bagian patung itu terbuka ke atas dan menggantung seperti hendak berfirman :


"Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.(Matius 11 : 28).

MEMBAWA potongan patung sebanyak itu bukan perkara mudah. Apalagi dari Bandung menuju Dili yang jaraknya ribuan mil. Setelah disusun sesuai bagian masing-masing ternyata membutuhkan tiga truk kontainer besar. Tim ini juga menyewa kapal laut untuk membawa tiga truk kontainer ini menuju Dili. Semua tim dari Bandung ia bawa ke Dili.

Waktu terus mendekati hari integrasi dan tidak boleh telat. Garuda ketar ketir untuk menambah modal agar proyek patung ini tidak terlambat. Setiba di Dili ada persoalan teknis besar. Di sini belum punya alat-alat berat untuk mengangkut potongan-potongan segmen patung. Apalagi tingkat kecuraman bukit ini cukup tinggi. Potongan segmen seberat 100 sampai 200 kilogram. Tinggi bukit jika diambil tegak lurus setinggi 100 meter. Bagaimana caranya?
Bolil putar kepala. Ia tahu di Bandung ada ahli bikin stelen atau konstruksi tangga dari bambu. Ia membawa beberapa orang dari Bandung ini dan membuat kerangkat bambu untuk mengangkut potongan segmen tembaga ini. Tehnik ini berhasil dan satu persatu potongan tembaga patung ini bisa naik ke atas bukit.
Las asetelin ia dapatkan dari bengkel motor Suzuki di Dili. Ia membawa sekitar 100 tabung gas oksigen untuk mengelas tembaga-tembaga ini. Tahap pertama ia menyelesaikan bagian bola dunia dan sepuluh tiang. Sepuluh tiang ini merujuk pada sepuluh firman Allah. Urusan ini selesai baru beralih pada pengerjaan tulang patung. Satu persatu tersusun dan membentuk rekonstruksi patung. Sisanya kemudian pengerjaan penempelan potongan lempengan tembaga.

“Tahap ini ada masalah besar. Keuangan membengkak. Sempat libur dulu pengerjaan. Lempeng tembaga mulai karatan,” kata Bolil.
Waktu senggang ini mereka manfaatkan untuk menikmati Timor dan Dili. Dari menikmati minuman alkohol impor sampai memancing ikan di laut. Beberapa kali mereka juga mendapatkan undangan makan malam bersama gubernur Timor Timur.

Tahap akhir sudah hampir selesai. Patung sudah berdiri namun belum memasang wajah Yesus. Tahap penting memasang tangan sudah selesai dan tidak mengalami persoalan. Bagian wajah Yesus masih berada di bawah.
Pada tanggal 15 Oktober 1996 Presiden Soeharto bersama Uskup MGR Carlos Ximenes Filipe Belo DSA dan gubernur Timor Timur menyaksikan langsung kemegahan patung ini dari udara menggunakan helikopter.
Bahkan, Museum Rekor Indonesia atau MURI memberikan penghargaan sebagai patung Kristus Raja tertinggi di Indonesia. Walau tak mencatat sama sekali siapa nama dibalik pematung Kristus Raja ini.
Dan Mochamad Syailillah atau Bolil pun tenggelam bersama sejarah Orde Baru yang dua tahun berikutnya sekarat. Pada tahun 1998, Soeharto pun lengser dari jabatannya selama 32 tahun sebagai presiden Republik Indonesia.

Ditulis oleh Ahmad Yunus Minggu, 27 April 2008 10:26

Tidak ada komentar: